Alam hanya mengenal bahasa diam. Dalam diam, yang tersedia hanya perjalanan ke dalam. untuk kemudian, membuka pintu kedamaian,(Gede Prama:2004). Di dalam kedamaian itulah selalu datang inspirasi...
Jumat, 02 Juli 2010
Hidup Seperti Warung Makan
warungCarilah maka kau akan menemukan,
ketuklah maka pintu akan dibukakan bagimu…
Seorang Kakek dan Nenek turun dari sebuah bus antar kota di sebuah terminal. Mereka telah menempuh perjalanan dari perjalanan wisatanya di luar negeri. Setelah turun dari pesawat, Kakek dan Nenek tersebut lalu menumpang bus yang telah mereka naiki ini.
Mereka memang berencana untuk langsung menuju kota dimana anak dan cucunya tinggal. Kakek dan Nenek tersebut ingin membagikan oleh-oleh yang mereka dapat dari liburan panjang di masa tuanya.
Dengan membawa barang bawaannya, mereka lalu berjalan menuju sebuah warung makan untuk mengisi perut yang mulai keroncongan.
Kakek dan Nenek itu duduk bersandar di kursi kosong di warung. “Uuhh, sampai juga akhirnya..” Kakek itu menghela nafas. “Empat jam di dalam bus membuat kaki tuaku ini terasa kaku.”
Warung makan itu lumayan besar, dengan jumlah kursi sekitar 30-an buah. Terlihat para pelayannya hiruk pikuk membersihkan meja-meja. Warung itu memang cukup ramai, sekitar tiga per empat jumlah kursinya telah terisi oleh orang-orang yang menikmati makan siangnya. Kakek dan Nenek itu dengan sabar menunggu pelayan menghampiri untuk menanyakan apa pesanannya.
Setelah lebih dari 20 menit, ternyata tak ada satu pelayan pun yang menghampiri mereka. Para pelayan selalu sibuk dengan pekerjaannya sendiri-sendiri. Kakek itu lalu memberanikan diri untuk memanggil salah satu pelayan restoran itu.
“mBak, aku mau pesan makanan !” serunya. Dan seruannya itu terdengar oleh salah satu pelayan – yang kemudian datang menghampirinya. Mungkin karena kelelahan, pelayan itu langsung duduk di kursi sebelah depan si kakek itu.
Sambil menyeka keringatnya pelayan itu berkata,
“Wah pak, maaf, di sini warung prasmanan, jadi kalau bapak mau pesan, bapak harus menuju ke meja saji dekat kasir itu”
Pelayan itu lalu melanjutkan,
“Silahkan bapak ambil makanan dan minuman yang bapak suka, kemudian langsung saja bayar di kasir.”
“Oooo begitu..” kata sang kakek. Lalu mereka berdua langsung bergegas menuju meja saji dan melakukan apa yang dikatakan oleh pelayan itu.
Setelah mengambil dan membayar makanannya kakek dan nenek itu langsung duduk di kursi yang mereka tempati tadi. Si pelayan juga masih berada di situ sambil mengipas-ngipas kepala dengan lap kecilnya.
Sambil mengunyah makanan, si kakek lalu bercerita.
“Tahu tidak, kalau warung makan ini mengingatkanku akan hidup.”
Sang Kakek melanjutkan.
“Kita bisa mendapatkan apapun yang kita inginkan, asal kita mampu untuk membayarnya. Kita bisa jadi apa saja yang kita mau asal kita mau membelinya dengan harga yang sebanding, kerja keras dan pantang menyerah hanyalah sebagian harga yang harus kita bayar.”
Sambil mengiris daging di piring dengan sendoknya, Kakek itu berkata.
“Setiap orang punya kesempatan yang sama untuk menjadi sukses, tapi sukses tidak akan datang jika kita hanya menunggu seseorang datang kepada kita. Untuk dapat menikmati kesuksesan – kita harus mau berdiri, berjalan, lalu mengambil kesuksesan itu – kemudian membayarnya … yaah.. tepat seperti di warung prasmanan ini.”
Pelayan itu lalu tersenyum dengan hormat kepada Kakek itu, lalu pergi melanjutkan pekerjaannya.
(Diadaptasi dari “More Sower’s Seeds” oleh Brian Cavanaugh)
sumber : http://www.ceritainspirasi.net/hidup-seperti-warung-makan/
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar